(covernya emang jelek tapi biarin lah wkwkkw)
Kalau dipikir-pikir aku memang gila sih. Aku membiarkan Alan pergi tanpa hubungan apapun. Ya tanpa hubungan apapun.Hanya sahabat.Aku memang gila, dan semua karena Alan.
***
Pengecut, itulah kata yang tepat untuk menggambarkanku. Aku pengecut karena membiarkan Alan pergi, tanpa yah paling tidak menyatakan perasaanku dahulu.Dan aku juga sama pengecutnya saat mendapat satu amplop di mejaku... Surat cinta.
Tunggu, surat cinta? Sungguh? Siapa?
"Vino kali," tebak Anya, membuatku mencibir. Kakak kelas yang keren itu? Ngasal dari mana dia?
Dear Clara
I love you.
I'm not sure you love me too, but I just want you know.
Okay, thanks.
Ini gila. Siapa yang bisa menyukaiku?
Oke, jikalau itu memang Vino. Dia memang tepat, aku tidak menyukainya. Aku menyukai... Alan.
Kepalaku pening. Aku berdiri perlahan. Hah... Semua ini memusingkan.
Plek! Sebuah kertas lagi jatuh dari amplop itu.
Wanna know who am I? Ok, meet me on the LA Cafe, on 4 PM. Thanks, you'll know.
Ah, ini lagi.
Pening di kepalaku bertambah.
***
Meski begitu, aku benar-benar penasaran siapa orang itu. Jadi aku pergi.
Dan... Benar saja ucapan Anya.
Ya, orang itu Vino.
"Clara..."
"Ya? Elo orangnya?"
"Hmm..."
"OK, trus?"
"Gue suka sama lo."
"..."
"...tapi gue tau lo nggak, jadi gue nyerah."
"Gue ngerasa... bagus kalo lo tau."
"Tapi gue boleh jadi sahabat lo kan?"
"Tentu sajaa," senyumku. Vino ikut tersenyum.
***
"Kak,"Kakakku tersenyum. Yaa, betul, kakakku yang sedang ada di rumah sakit ini. Senyumannya lemas.
"Kakak baik kan?"
Goblok. Kenapa aku bertanya seperti itu???
Tapi ini memang gila. Keluargaku tengah gila, aku tengah gila, situasi ini GILA!
"Kak,"
Hening.
"Hmm?" tanggapnya malas.
"Apa kakak berniat sembuh?"
Kak Viona menoleh, terkejut. "Maksud kamu?"
"Sepertinya kakak sama sekali gak niat untuk sembuh, kak."
Ia merenung pelan. Suasana hening.
"...Memang,"
Hah. Sudah kuduga. Dia tidak ingin sembuh karena seperti yang sudah kubilang, dia sudah nyaris gila. Tapi taukah kak aku juga nyaris gila? Ortu yang sama sekali tidak perhatian, dua kakak tertua yang sok sibuk, dan kakak yang... Sakit. Sakit... Hati.
Aku sudah gila.
***
Dunia sudah gila dan takdir suka sekali mempermainkanku.
Astaga, aku dipertemukan dengan orang yang menyakiti kakakku. Dengan santainya ia menyanyakan kabarku dengan seorang cewek yang menggelayut manja di tangannya.
"Hai Clara, apa kabar?"
Ia bahkan tak menyembunyikan nada santainya saat menjawab pertanyaan cewek manja itu, "Adik mantan pacarku."
Aku benar-benar sangat amat EMOSI! AKU MUAK DENGAN SI BRENGSEK ITU!
Aku menamparnya dan pergi.
***
"Lo kenapa sihh, Cla?"
"Gue udah gila, Vin!" Abaikan saja, aku memang tidak pernah sopan pada kakak kelas seperti Vino.
"Nyante dong! Emang napa?"
Kuceritakan saja, kubeberkan kejadian kemarin. Vino mengerutkan kening. "Gue boleh jenguk kakak lo kan?"
"Tentu saja! Ayo!"
Sekarang, um ya memang sudah pulang sekolah. Tapi suasana gila di rumah membuatku lebih memilih bersantai di kantin sekolah.
Vino, waw, dia memang orang kaya. Mobilnya... Astaga, keren sekali! Dan pastinya mewah dan mahal.
"Ayoo," ajaknya tak sabar. Aku heran.
Aku memasuki mobilnya. Vino ikut masuk dan mulai menyetir.
Selama perjalanan, kami mengobrol ringan. Aku mulai mengetahui keadaan keluarganya. Dia punya satu kakak cowok, orangtuanya... Ternyata sudah bercerai! Astaga, aku merasa bersalah mengingatkannya tentang itu. Tapi dia menanggapi santai.
"Gak papa kali Cla. Gue lagi penasaran tentang kakak lo," Ia mengalihkan pembicaraan.
Akhirnya, kami sampai di RS tempat kakakku dirawat. Aku dan Vino mulai masuk dan berjalan melalui lorong.
Ruang ini. Yap. "Ini ruangannya," ucapku. "Yok, masuk,"
"Hmm," tanggapnya pelan.
"Kak," sapaku. Kakku menatap heran. Yap, wajar, kemarin kan aku baru mengunjunginya. Biasanya aku menjenguknya dua hari sekali.
"Kak Vion?" tanya Vino, nadanya kaget. Aku menoleh heran. Aku kan memperkenalkan kakakku sebagai Oliv, an hanya orang dekatnya saja yang bisa memanggil kakakku Viona.
Wajah Kak Viona syok.
To Be Continued.
No comments:
Post a Comment
Leave a trace if you want!