Friday, November 1, 2013

Wait For You ~ 3 - Fiksi Bersambung

Astaga astigi astogoooooooo YA AMPUN! Saya benar-benar sangat amat lupa sekali cerita yang sudah saya plan huhuhuhu #nangis
Bagaimana donggg??? Bahkan saya sendiri lupa Vino siapanya Viona!
MAMAAAAAAAAAAA!
Saya boleh ganti cerita kan? Hahah. Hadeh, pusing deh. Kebanyakan cerita jadi lupa! Ini nih http://theonlinenovel.webs.com jangan lupa buka haha.
Oke, let's go!
NB: kemungkinan besar versi cerita ini sama seperti yang saya sudah plan beberapa tahun yang lalu -_-
wait for you
"Kalian kenal?" tanyaku memecah suasana awkward ini.
Tubuh Kak Viona terkulai lemas, membuat aku kaget seketika.
"Suster!"

Setelah memanggil suster, aku-- yah, maksudku, tubuhku masih terkulai lemas. Mereka berdua saling mengenal? Aku mengingat wajah Vino. Sekelebat wajah si brengsek penyebab kakakku begini itu muncul.
Dan nama si baj*ngan itu mencuat ke permukaan otakku.
Astaga.
***
Nama Vino dan Vano itu mirip gak sih?
Menurutku sih mirip. Dan itu yang membuatku panik seketika.
Vino. Arvino Satria.
Dan kep*rat itu...
Vano. Irvano Putra.
GOBLOK.
Vano=kakak Vino. Fakta yang cocok karena Vino menyebutkan ia punya satu kakak lelaki.
AHHHHHHH. Pantas saja kakku pingsan.
"Viona tidak apa apa. Hanya syok." Itu ucapan dokter yang kemudian berlalu. Aku memandang Vino penuh rasa ingin tahu.
"Kenapa?" Vino balas menatap.
[Kenapa saya sepertinya pindah shipper?? Huh, jadi meleset dari jalan cerita. Ah, saya jadi ngeship sama Clara-Vino (wait. Wait. Wait. Saya punya satu cerita dengan nama tokoh yang sama TT.TT dan dalam cerita itu Vino juga adik dari tokoh bernama Vano! Ya Tuhan -_-) Apa itu berarti saya pindah dari Clara-Alan?Jangannnnnn huhuhuhuuuu ini jauh dari cerita yang sudah di plan -_- Kok malah curhat. Yo'i lanjut lah.]
Kupandang matanya. Matanya bulat, bersinar penuh ketulusan.
"Lo adik Vano?"
"Memangnya kenapa?" Vino mengalihkan pandangannya dariku. Kuakui, dia tampan dan bersinar. tapi sayang hatiku memang sudah terikat dengan Alan.
Kami terdiam.
Vino menutup matanya, kemudian membukanya lagi, dan menatap lurus ke depan. "Kakak gue emang sering buat onar. Waktu ia memperkenalkan kakak lo, gue tau hubungan mereka gak akan lama bertahan." Vino kembali menutup matanya. "Tapi sekarang gue sadar kalo..." Kembali Vino membuka matanya dan sedikit mengerjap. "Kalo gue cuma kagum sama lo. Dan... Jatuh cinta pada kakak lo. Pada pandangan pertama."
Aku terdiam. Siapa yang tidak jatuh dalam pesona kakakku?
"Karna harusnya lo tau bahwa gue ya gue. Bukan kakak gue." Vino kembali memandangku. "Lo ngerestuin gue dan kakak lo kan?"
"Kalo lo bukan baj*ngan dan pengecut," jawabku pelan. "Kalo lo cinta, ya lo berani bilang ke kakak gue. Selama itu baik dan dia bisa mendapat cinta yang baru lagi, gak kayak sekarang, yang sakit karna ditinggal baj*ngan itu," lanjutku, "Gue sih ngerestuin aja."
"Thanks," jawab Vino. "Tunggu... Apa kata lo? Sakit? Masuk rumah sakit gara-gara kakak gue?"
"Yap,"
"Tapi kata lo tadi dia masuk karena tipus."
"Tapi gue juga bilang gue kesel sama orang yang nyakitin kakak gue yang gue temuin itu kan?" balasku. "Lagian kakak gue tipus karena dia kebanyakan nangis, gak mau makan, makanya daya tahan tubuhnya turun. Karena kakak lo."
"Kakak gue emang kebangetan," Vino mengakui. "Gue yakin sama pacarnya yang sekarang gak akan bertahan lama, lalu dia minta balikan sama kakak lo, Cla."
"Darimana lo tau?"
"Itu biasa, Cla. Nanti juga diputusin lagi."
"Kalo gitu tembak kakak gue sebelum Vano minta dia balik!"
"Tenang aja," kata Vino pelan. "Gue udah punya rencana kok," senyumnya. Aku balas tersenyum.
"Ya udah, kita masuk ke ruang kakak gue yuk."
***
"Kak," sapaku pelan. 
Kakakku hanya memalingkan wajahnya saat Vino masuk. Acuh tak acuh memang telah menjadi sifatnya sejak putus dari Vano.
"Kak, ayolah. Ini temenku, mau jenguk kakak,"
"Kamu harus tau dia siapa," kata kakakku parau dengan suara serak.
"Aku tau kok kak," jwabku pelan, membelai rambutnya yang mulai kusut. Kak Vion menatapku. "Siapa dia?"
"Adik orang itu," ucapku perlahan.
"Kalau begitu kenapa kamu ajak masuk?" Aku menunduk. Kulirik Vino.
Vino sedikit mengangguk padaku. "Gue suka sama lo kak," ucapnya plan. "Ralat, gue cinta sama lo pada pandangan perama. Selama ini gue udah yakin lo bakal putus sama kakak gue, jadi gue tunggu. Dan sekarang, gue cuma mau bilang, gue cinta sama lo."
Kurasakan Kak Vion tersentak kaget.
"Maukah lo jadi pacar gue, kak?"
Kakakku membeku. Kusenggol lengannya pelan. Kak Vion menatapku, meminta bantuan.
"Aku berani jamin dia gak akan nyakitin kakak,"
Kak Vion menatap Vino. Ehem. Ini terlalu romantis dan privasi. Huh... Aku iri... Alan, lo dimana? Yayaya, tenang saja. Aku tau diri dan menyingkir.
***
Kelanjutannya? Aku sih tidak tahu bagaimana. Tapi yang jelas, mereka jadian. Dan Kak Vion kembali dari RS.
Kalau tahu Vino obatnya, aku sih sudah membawanya dari dulu. Sanyang aku tidak tahu, sih.
Tapi yang jelas, aku iri. Sangat iri dengan mereka berdua. Aku merindukan Alan, sangat.
Yah, Alan, kapan lo balik sih?
***
THE NEXT PART IS SPECIAL
NEXT POINT OF VIEW: ALAN
To Be Continue
Yap. Edisi selanjutnya, Alan. Sudut pandangnya Alan, bukan Clara lagi.
Iya, Alan yang pergi itu.
Abis udah binugn mau nulis apa lagi di Clara. Mending ganti POV.
Oke, wait!

No comments:

Post a Comment

Leave a trace if you want!