Bagian 1/Bagian 2/Bagian 3/Bagian 4/Bagian 5/Bagian 6/Bagian 7 END
Tuit tuit
Handphoneku berbunyi. Kulirik layar.
Vino
Kk lo ada di rmh? w boleh main kan?
Aku keluar dari kamar sambil membalasnya cepat.
Ya terserah lh. Ni rmh bkn punya gw kok.
Aku terkikik-kikik lalu duduk di meja makan. Kulihat banyak mata menatapku.
Lho... Alan? Oh iya iya. Dia.
"Siapa?" tanya Kak Viona. Aku tersenyum jahil padanya.
"Vino," jawabku. Kulihat air muka Alan berubah drastis. Apa dia cemburu? Kuharap. Mendadak hatiku senang sekali.
Sementara Kak Vion blushing. "Ngapain sms lo?"
"Dia minta izin mau main ke rumah," Lagi-lagi aku tersenyum jahil. Wajahnya makin memerah--kak Vion maksudku.
"Udahlah Cla, jangan jail gitu," lerai mama. Oya... Tante Lisa ada disini? Tidak, ah. Tidak ada Tante Lina disini. Apa Alan berbohong? Tapi untuk apa?
Handphoneku yang berbunyi mengalihkan perhatianku.
Vino
Di depan rmh lo. Blh masuk? kykny ada tamu.
Aku membalas dengan cepat.
Emg ad tamu, tp msk aja. pacar lo ad kok, jd gak mslh.
Vino benar-benar masuk langsung. Eih, tidak sopan. Aku melirik Alan. Apa dia cemburu? Harapan itu mlambungku sangat tinggi.
"Cieee, kak Vion," godaku. Kak Viona tersenyum kecut sementara Vino mulai memamerkan kemesraan dengan kakakku. Vino mengecup pipi Kak Vion.
"Vino!" pekikku gembira. Girang gitu, hehe. Soalnya aku mendukung hubungan keduanya! "Duh, so sweet banget siiiih.... Kak, jangan pamer kemesraan disini dong.... Lo Vino, lo juga..." tawaku jahil.
"Ah, Vino! Jangan disini dong!" Kak Vion menarik Vino ke arah kamarnya.
"Jangan ngapa-ngapain ya Kak, belum cukup umur," ejekku jahil, lagi. Vino terkikik dan Kak Vion ngeblush.
Kini tinggal aku, Alan, dan ibuku di ruang makan. Aku mencomot roti. "Eish, katanya ada Tante Lina? Mana?" tanyaku heran. Ibuku hanya mengeryit heran.
"Lina? Enggak kok, dia ngga ke sini. Kenapa memangnya?" tanay ibuku heran. Aku melirik Alan aneh. Dia hanya meringis.
"Hehe. Umm, Tante, aku mau ngajak Clara keluar. Boleh kan?" Aku mengeryitkan dahi. Sejak kapan suaranya jadi bersalut madu dan serenyah bawang goreng? #okeabaikan. Apa selama di negeri orang dia belajar bersuara manis begitu?
Kulihat ibuku juga sedikit menyipitkan mata, tapi kemudian mengangkat bahu tak peduli. "Silahkan,"
Hah, ibuku selalu begitu. Yah bukankah aku sudah menceritakannya padamu, bahwa orangtuaku sama sekali tidak peduli dengan anak bungsunya ini. Hari ini juga, tumben-tumbenan ibu libur dan tidak ke kantor. Tapi aku tidak peduli lagi. Karena mereka juga tidak peduli padaku.
Saat aku masih ingin mencomot roti, tangan ibu menahanku. Aku menatapnya penuh tanya. Kenapa? Apa mau membuat makanan ini jadi mubazir?
"Dua kakak sulungmu sedang di rumah. Jangan habiskan sarapannya," ucap ibuku lalu berlalu masuk ke kamarnya. Aku menghela napas. Selalu begitu.
Eih, tapi tadi... Alan mau mengajakku? Kemana?
☆☃☆
"Bagaimana?"
Saat ini kami sedang berjalan-jalan di taman dekat rumahku. Kalian pasti bertanya-tanya sedang apa. Yah, aku juga bertanya-tanya sebenarnya.
"Apanya?" tanyaku balik.
"Keadaanmu," jawabnya datar. Duh, dia aneh sekali. Tadi bisa bersuara renyah dan manis, huh? Sekarang malah hambar sekali.
"Tentu saja baik!" jawabku ceria. Dia hanya mengangkat bahunya tak peduli.Hei hei, kenapa dia jadi berubah?
Bolehkah aku berharap dia cemburu karena keakrabanku dengan Vino?
"Kenapa?" pancingku.
"Nggak," jawabnya datar. Apa dia mengelak?
Hah, aku menghela napas.
"Lo kenapa?" tanyaku lagi. Dia menyentuh kedua pipiku dan mengarahkannya ke wajahnya.
Dan kini wajah kami berhadapan.
"Apa gue boleh berharap lebih?"
Astaga jantungku... Kenapa melompat-lompat seperti ini? Aish, aku sudah tidak dapat berpikir normal lagi! Ya ampun... Alan, berhentilah membuat jantungku tidak beraturan seperti ini...
"Apa salah kalo gue suka sama lo?"
Oh Tuhan... Kuharap ini bukan mimpi. Kalaupun iya, ini bakal jadi mimpi terindah seumur hidupku.
"Apa gue lagi mimpi?"
Alan terkekeh dan mencubit pipiku. "Bagaimana?"
Aw, sakit. Apa itu artinya ini bukan mimpi?
"Apa salah kalo gue minta lo supaya jadi pacar gue?"
Aku menggeleng kuat-kuat. "Nggak, nggak. Nggak salah!" pekikku girang dan tersenyum.
Aku tidak perlu mengucapkannya. Aku tidak perlu mengucapkan aku menyukainya. Dia sudah tahu. Ya, sudah tahu. Karena mataku telah mengatakan semuanya kan?
Seperti yang Alan katakan waktu keberangkatannya dulu...
"Lo tau, kadang cinta itu bertentangan dengan logika..."
Ya, cinta memang bertentangan dengan logika. Karena sungguh tidak masuk akal bagaimana bisa aku mencintai sahabatku sendiri? Dan bagaimana bisa sepasang mata memancarkan perasaan? Dan bagaimana bisa, aku, yang dengan munafiknya membohongi perasaanku dan membiarkan Alan pergi, bisa menggapainya kembali?
Tapi tetap, cinta memang bertentangan dengan logika. Dan karena itu aku mencintainya, aku mencintai Alan!
-_-_-_☆☆☆_-_-_-
END!
KKK~ Beneran end, gak nyangka banget cerita aneh ini bisa berakhir. Oke sebelum menuju pembahasan aka curhat cerita ini, saya ucapkan Happy Chinese New Year bagi yang merayakan, Gong Xi Fat Cai.
Kita mulai curhat saya~~~
Pertama-tama saya mengucapkan syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan yang Maha Esa bahwa saya yang sebegini bejibun dosanya masih diberi inspirasi untuk mengakhiri cerita ini... Cerita Wait For You yang bejibun stressnya. Ampuni dosa2 saya ya Tuhan... *pengakuan dosa umum (?)*
Kedua terimakasih kepada SIAPAPUN yang telah meski hanya membaca cerita ini, TERIMAKASIH! Terimakasih banyak, meski saya tidak tahu siapa anda, tapi saya yakin ada yang membacanya. Meskipun hanya satu atau dua. #pede tingkat tinggi
Ketiga, terimakasih atas sekolah yang entah udah lupa nunggu apaan waktu itu membuat saya bisa menulis flashfic gak jelas "This..." dan sekuelnya yang memerlukan bejibun rasa damai (?) dan dukungan otak.
Keempat, makasih buat insiprasi dan otak saya, duh, kalian telah bekerja keras... #ngomong sama otak #plak
Kelima... Buat keluarga dan teman-teman saya. Serius, tanpa kalian -keluarga- saya gak akan punya blog ini dan tanpa teman-teman, saya tidak akan bisa membuat cerita ini.
Keenam.. Duh, buat karakter ngga jelas yang hadir dalam cerita ini dan hidup saya... Clara Alicia dan yang sekarang jadi pacarnya, Alexander Vallano... Terimakasih atas cerita kalian yah yang citaan saya sih, terimakasih saja deh. Selamat atas jadiannya (?)
Ketujuh, karena part WFY ini ada tujuh... Buat siapapun deh. Especially readers blogku yang lain yang mungkin gak baca ini, tapi tetep trims. Buat Alam Semesta makasih karena tetap eksis. Oke, Alam Semesta memang ciptaan Tuhan maka Tuhan saya ucapkan terimakasih sebagai yang pertama dan utama.
Sudah deh trimsnya, sekarang saya mau curhat bahwa OH AKHIRNYA CERITA INI SELESAI JUGA, dulu saya ngira cerita ini gak akan selesai. Bakal terbengkalai. Tapi ternyata Tuhan berkata lain (?), cerita ini diperbolehkan selesai oleh-Nya! Terimakasih Tuhan!
Well, untuk para pembaca setia, ini bonus epilog. Kenapa dinamakan 'bonus epilog'? Karena kisah ini bahkan gak ada prolognya. Oke mungkin "This..." bisa disebut prolog? Haha. Oke pokoknya ini bonus! Dan pake normal point of view.
BONUS EPILOG
"Kenapa kamu setegang itu, huh?" tanya Alan heran.
Clara mengendikkan bahu. Dia juga heran mengapa dia tegang bertemu orangtuanya sendiri. Kleuarganya sendiri. Mungkin karena orangtuanya sudah lama tidak ditemuinya langsung?
"Santai saja..."
Clara mengangguk-angguk. Mereka akan makan malam bersama kedua keluarga --keluarga Alan dan Clara tentunya.
Makan malam berlangsung seru. Ketegangan Clara perlahan mencair. Akhirnya keluarganya bisa berkumpul bersama dan itu membuatnya bahagia.
Hubungannya dan orangtuanya pun membaik. Ini berkat ide Alan. Dia mengadakan makan malam antara keluarganya dan keluarga Clara.
"Kamu senang?"
Cala menoleh dan mengangguk. "Tentu," ucapnya, menatap rambutnya yang berkibar terkibas angin malam. "Makasih, Alan."
"Sama-sama. Gue seneng kalo lo seneng." Alan membelai rambut Clara. Keduanya terdiam.
"Gimana kabar Elley?"
Ya, Alan sudah menceritakan tentang Elley pada Clara. Dan Clara hanya terkekeh pelan kala itu.
"Baik, dia udah tunangan dengan Danny malah," jawab Alan tersenyum. "Ngga usah ngurusin orang lain. Udah malem, ayo masuk. Langsung tidur ya. Gue bakal awasin lo." ancam Alan. Clara tertawa.
"Baik, bos!" Clara menghormat dan Alan hanya tertawa. Dielusnya rambut Clara sejenak lalu mengecup keningnya.
"Langsung tidur ya?"
"Iya!" kata Clara kesal dan Alan tekekeh.
Saat Alan berjalan menjauh bersama orangtuanya, Clara tersenyum memandangi punggung Alan. Oh astaga, betapa dia menyukai cowok itu. Cowok yang selalu mengisi harinya, memahami dirinya, dan selalu menghiburnya. Dan dengan yakin dia akan berkata, dia benar-benar tulus mencintai Alan!
BONUS EPILOG END
b-bye!
No comments:
Post a Comment
Leave a trace if you want!