Friday, February 14, 2014

Valentine's New Couple | Special Valentine's Day

Valentine's New Couple




Perkemahan kali ini benar-benar menguras tenagaku. Bagaimana tidak, mengingat ketua tendaku kali ini. Aku bergidik. Hah, bukankah Alya memang selalu begitu? Menyuruh-nyuruh tanpa bekerja.

Meski sifatnya begitu, Alya tetap sahabatku yang terbaik, haha. Gadis itu hanya berbeda beberapa bulan dariku. Dia memang cantik dan modis. Ngga heran sekarang dia udah punya pacar yang keren banget. Bener-bener bikin iri. Ngomong-ngomong perkemahan ngga asik ya tanpa api unggun. Haha, emang sih ini bukan perkemahan SMA kami yang wajib diikuti, tapi ini kemping yang diadakan aku dan sahabat-sahabatku. Sahabatku cukup banyak, jadi kami dibagi ke dalam beberapa tenda. Kami ada sekitar dua puluh orang --banyak banget kan? Paling ngga untuk ukuran persahabatan. Makanya kami membawa banyak tenda. Dan mesti mencari banyak kayu bakar!


Aku melihat Alya dan pacar setianya, Jason, sedang bermesraan berdua. Heh, mereka sama sekali gak kerja sementara aku dan yang lain mesti kerja untuk menyiapkan api unggun. Ngga adil banget deh!


Untung hutan di dekat sini tidak terlalu lebat, masih bisa ditolerir lah. Cahaya matahari masih bisa masuk ke sana.


SRAK!


Sial, aku terperosok! Lubang ini tidak terlihat, mungkin sebuah jebakan, dan berhasil membuat kakiku terkilir. Sakit sekali! Ah, bagaimana pun aku berusaha memaksakan diri tetap saja terlalu sulit untuk berjalan.


Aku berusaha lagi berdiri. Aduh, terjatuh lagi! Benar-benar sukar berjalan dengan kaki begini. Eh, jangankan berjalan, berdiri pun aku sulit!


Apa boleh buat, aku hanya bisa menunggu salah satu sahabatku ke sini dan menolongku.


"Elissa?"


Oh, God, dia! Kenapa harus dia?

Meski kami semua bersahabat, aku menyukai salah satu sahabatku. Namanya Devo, kami bersahabat sejak SMP. Devo masuk ke lingkaran persahabatanku dan teman-temanku saat menjadi murid baru. Dia menjadi sahabat dari sahabatku lainnya, Alex, sehingga kami lumayan dekat. Aku jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Oke, mungkin ini terlihat berlebihan, tapi saat melihatnya ku sudah suka padanya.


"Uh, hai." Aku tidak tahu harus bicara apa lagi.


"Ngapain lo duduk di situ, Sa?"


Aku nyengir. "Terkilir, jadi ngga bisa bangun lagi." Biasanya aku menghindari kontak mata di antara kami karena takut ketahuan, tapi kali ini sulit untuk menghindar lagi. Saat kami bertemu mata, aku benar-benar tambah jatuh dalam pesonanya.


Sial! makiku dalam hati, karena jantungku makin tidak keruan saja.


"Ya udah, sini." Devo mengulurkan tangannya dan aku menatap jemarinya ragu. Aku yakin jantungku akan semakin freak setelah menerima genggamannya.


"Ayo," ucapnya. Aku mengangguk pelan dan mengulurkan tanganku.


Oh, jantung, please kembali normal! Devo menggenggam tanganku dan membantuku bangkit, lalu melingkarkan lengannya dan merangkulku bangkit.


Ya Tuhan!


"Lo ngga pa-pa kan?" Ini perasaanku saja atau memang Devo yang biasanya cuek terdengar khawatir?


Apa aku boleh senang sekarang?


Aku menggeleng pelan. "Nggak pa-pa."


Devo memapahku pelan. "Kok lo bisa-bisanya terkilir sih?"


"Emang ngga boleh?"


Devo tertawa. "Ya ngga gitu. Apa lo bengong atau gimana sampai bisa terperosok?"


"Mana gue tahu. Tau-tau aja ada lubang yang ngga terlihat dan gue terperosok."


"Lubang ngga terlihat atau lubang yang lo ngga lihat?" goda Devo. Eish, hatiku riang sekali rasanya. Entahlah, pokoknya gitu deh!


Aku hanya mengangkat bahu. "Aduh!"


"Lo kenapa?" Suaranya terdengar cemas. Oh Tuhan, aku senang sekali!


"Enggak, agak sakit aja kaki gue." Aku tersenyum meyakinkan. Devo hanya mengangguk-angguk pelan.


Sejenak suasana hening.


"Eh, besok Valentine's day," gumamnya pelan.


"Kenapa emangnya?"


"Momen yang tepat banget ya, buat ngungkapin perasaan," lanjut Devo. Aku hanya mengerutkan kening.


"Emang lo mau 'nembak' siapa?"


"Rahasia," Devo menjulurkan lidah. Entah kenapa tidak seperti novel-novel atau cerita-cerita di internet aku tidak merasa kecewa. Ah, tapi aku juga tidak sepede itu bahwa Devo bakal menembakku. Nggak lah. Aku biasa aja. Lagian selama ini aku juga menyukai diam-diam dan aku bukan siapa-siapanya kan?


Aku hanya mengangkat bahu tidak peduli.



*


Malam datang dengan cepat dan api unggun mulai menyala. Aku bisa melihat Ayla dan Jason bermesraan di depan api dan oh, jujur, aku iri.


"Kenapa?" Devo mendekatiku.


Aku menoleh ke arahnya. "Nggak," kemudian memalingkan wajahku ke arah pasangan itu.


"Iri ya?" Dia terlihat geli. Aku hanya merengut sebentar, sebetulnya pura-pura karena hatiku bahagia luar biasa.


"Menurut lo?"


"Iya," Devo tak mampu lagi menahan tawanya. Aku hanya merengut pelan.


"Hoh, besok Valentine," gumamku pelan.


"Kenapa? Mau nembak seseorang juga?" tanyanya. Entah, aku seperti melihat kilatan kecewa di matanya. Dan seketika sesuatu yang menyenangkan membuncah di dadaku.


Aku tertawa geli. "Nggak lah. Mana ada cewek nembak duluan?"


"Ada aja. Kan udah emansipasi," ucapnya.


"Ya udahlah," Aku terkekeh. "Lo sendiri? Mau nyatain?"

Dia tersipu. "Iya,"

"Ya udah, good luck aja," aku tertawa kecil. Dan Devo tersenyum.

"Semuanya tergantung elo," Dia menepuk bahuku dan berjalan ke tendanya.

Aku mematung. Apa maksudnya?

Malam itu aku tidak bisa tidur. Selain sahabatku Diena yang ngoroknya ngga enak banget didenger membuatku sulit terlelap, aku sedang memikirkan ucapan Devo. Apa maksudnya coba?

Ah, entah deh. Tidak usah dipikirkan. Paling dia melantur.



*


INI GILAAAAAA!


YA TUHAN TOLONG AKU!


Pasalnya kata-kata Devo barusan bener-bener membuat aku ngga keruan dan ngga bisa bilang apapun.


"Kalo yang gue tembak itu elo...?"


Sialan sumpah, kenapa ini jantung ngga bisa lebih teratur sedikit?


Devo masih memandangiku dan semua sahabat kami kini memandang ke arah aku dan Devo. Oh ya Tuhan, aku tidak sanggup menghadapi pandangan penasaran mereka semua. Aku hanya menunduk karena hari valentine ini adalah hari Valentine TERGILA yang pernah kualami!


"Semua sohib gue," Suara Devo terdengar tenang berbeda dengan wajahku yang sudah tidak keruan, "Di hari Valentine ini gue mau nyatain sesuatu di hadapan kalian semua."


"Nyatain cinta, Dev?"


Devo tersenyum miring. "Iya dong. Nah, Elissa, gue suka sama lo. Apa lo mau jadi pacar gue?"


Entah siapa yang memulai (sejujurnya aku yakin betul yang memulai adalah Alya, uh, aku memaki Alya dalam hati) berteriak, "Terima! Terima!" membuatku malu saja. Suara Alya terdengar paling keras dan aku memakinya lagi dalam hati.


"Gimana, El?"


DUH, COOL BANGET! pekikku dalam hati. Malu-malu kucing (sejak kapan kucing punya malu?) aku mengangguk kecil. Dan Devo langsung memelukku.


Sial, jantung ini bisa ngga lebih ngga keruan lagiiii????



*



END






tambahan:


"Lo tau, Elissa?"


"Apa?"


"Gue latihan berkali-kali sebelum penembakan itu, hehe,"


"..."


"Kenapa?"


"Kirain itu memang sikap lo Dev."


"Apa lo mau mutusin gue?"


"Konyol banget, ya nggak lah. Met Valentine ya."


"Harusnya gue duluan yang bilang met valentine! Okelah, belakangan juga gak pa-pa. Nih, coklat buat lo. Happy Valentine's Day, Elissa."


"Happy Valentine's Day,"

No comments:

Post a Comment

Leave a trace if you want!