Under The Rain
Marsha menatap lurus rinai hujan yang turun di hadapannya. Hujan selalu dingin, memang begitulah seharusnya; dan beruntunglah dia ingat untuk membawa payung pagi ini. Tapi dia tidak berpikir untuk pulang sekarang.
Marsha menoleh ke belakang, kosong. Halte tempatnya berteduh kosong. Dia menghela napas, lalu duduk di bangku halte tersebut.
Dipangkunya tas dan dikeluarkannya sebuah payung dari sana. Matanya menatap lekat-lekat payung itu. Payung polos berwarna oranye muda; warna yang paling tidak disukainya. Tapi anehnya dia sangat menyukai payung itu.
Dekat halte ini, dulu sekali, Marsha pernah menangis terduduk memeluk lutut. Saat itu pulang sekolah dan hujan, tapi dia tidak peduli. Kala itu dia kehilangan kakak tersayangnya, dan begitu dikabarkan melalui telepon, dia langsung jatuh terduduk.
Waktu itu Marsha menyeret diri ke bawah sebuah pohon dan bersandar memejamkan mata di bawah pohon itu. Dirasakannya rintik hujan dari dedaunan, dan dia membiarkannya. Membiarkan air matanya luruh bersama air hujan.
Mendadak tak dirasakannya lagi air hujan di wajahnya, dan Marsha membuka matanya. Matanya langsung bersirobok dengan mata indah seseorang yang tatapannya masih sangat dihapal Marsha hingga sekarang.
Dia laki-laki; pemuda itu menjulurkan payung di atasnya yang menutupi dari hujan. Waktu itu Marsha hanya menatapnya dengan mata berkaca-kaca dan pemuda itu mengeluarkan suaranya, "Kamu tidak apa-apa?" Setelah itu sang pemuda memberikan payung oranye ini kepadanya, dan tidak pernah ditemuinya lagi.
Ah, memangnya kenapa sih? Marsha mendesah, kemudian tersenyum. Dia segera menoleh ke pohon tempatnya pernah bersandar.
Jantungnya langsung serasa berhenti berdetak.
Ada dia. Pemuda itu.
Marsha berdiri dan membuka payungnya. Dan segera melangkah dari halte itu, dengan senyum cerah di bibirnya.
Tentu saja kamu dapat menebak dia mau ke mana.
~
No comments:
Post a Comment
Leave a trace if you want!